Kemampuan baca kitab kuning dengan teks arab gundul merupakan kemampuan yang seharusnya dikuasai & dimiliki oleh muslim dan muslimah. Dengan memiliki kemampuan tersebut, baik muslim atau muslimah akan memiliki banyak rujukan ilmu tentang fiqh, aqidah, akhlaq / tasawuf, tata bahasa arab (`ilmu nahwu dan `ilmu sharaf), hadits, tafsir, `ulumul qur'an, dan juga ilmu sosial kemasyarakatan (mu`amalah), serta sejarah Islam. Sehingga mampu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta memiliki kemampuan berdakwah yang sangat baik.

Tentu saja semua kemampuan kitab arab gundul tidak bisa dimiliki, kecuali dengan pertolongan dan hidayah dari Allah kepada hamba-Nya. Setelah itu, supaya bisa memperolehnya dibutuhkan usaha, karena ilmu hanya bisa dicapai dengan belajar sebagaimana dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim & ath-Thabrani dengan sanad hasan, “Wahai manusia, pelajarilah ilmu. Sesungguhnya ilmu itu hanya akan diperoleh dengan belajar…” (lihat Fat-hul Bari, 1/212)
Pada tulisan ini Insya Allah kami akan menyampaikan langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mempelajari baca kitab kuning dengan baik dan benar. Namun, sebelum memulai terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi terlebih dulu, yaitu telah mampu membaca Al-Qur’an atau kitab berharakat.
Langkah-langkah Cara Membaca Kitab Kuning
Mengetahui dan Memahami Kategori Kata
Dalam bahasa arab, setidaknya terdapat tiga kategori kata (al-kalimah), yaitu isim (kata benda), fi’il (kata kerja), dan harf (kata sambung). Untuk membedakan ketiga kelompok kata ini, kita dapat melihat ciri-ciri yang telah diterangkan di dalam kitab-kitab nahwu.
Misalnya, ciri isim adalah dapat diakhiri dengan kasroh, bisa ditanwin, diawali dengan alif lam, dan didahului huruf jar. Pada ciri-ciri tersebut, maka yang paling bisa diketahui pada kitab arab gundul dengan tulisan arab tanpa harokat ialah yang diawali dengan alif lam atau didahului dengan huruf jar.
Mengetahui dan Memahami Kategori Kalimat
Bahasa arab memiliki dua kategori kalimat (al-jumlah), yaitu jumlah ismiyah & jumlah fi’liyah. Jumlah ismiyah umumnya diawali dengan isim (kata benda), sedangkan dalam jumlah fi’liyah diawali dengan fi’il atau kata kerja. Jika ada kalimat/jumlah yang diawali dengan huruf jar -misalnya- maka ada dua kemungkinan; yaitu bisa jumlah ismiyah atau jumlah fi’liyah.
Terkadang jumlah fi’liyah diawali dengan isim jika isim berposisi sebagai obyek/maf’ul bih. Dalam hal ini, maf’ul bih/obyek bisa diletakkan pada awal kalimat. Contohnya di dalam kalimat yang berbunyi ‘Iyyaka na’budu’ yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami beribadah.”
Kata ‘iyyaka’ berposisi sebagai obyek yang diletakkan di depan dengan tujuan untuk memberikan faedah makna pembatasan & pengkhususan. Sehingga arti dari kalimat tersebut adalah ‘kami tidak beribadah kecuali hanya kepada-Mu’. Asal kalimat tersebut adalah ‘na’buduka’ yang artinya "kami beribadah kepada-Mu", kemudian obyeknya dipindah ke depan. Meskipun yang di depan yakni isim/kata benda, ia tetap berstatus sebagai jumlah fi’liyah.
Untuk kalimat yang berbunyi "alhamdulillah" misalnya, ini termasuk jumlah ismiyah. Karena, didahului dengan isim, yaitu kata ‘alhamdu’ ia diawali dengan alif lam. Jadinya, jelaslah bahwa kata ‘alhamdu’ termasuk kategori jumlah ismiyah. Kata "alhamdu" berkedudukan sebagai "mubtada" (yang diterangkan) sedangkan kata ‘lillah’ sebagai khobar (yang menerangkan).
Mengetahui dan Memahami Keadaan Akhir Kata
Dalam bahasa arab, terdapat kata yang akhirannya bisa berubah yang disebut "mu’rob" dan ada akhiran yang selalu tetap disebut dengan "mabni". Isim ada yang mu’rob dan ada yang mabni. Demikian juga fi’il, ada yang mu’rob dan ada yang mabni. Adapun harf semuanya mabni.
Isim yang mu’rob mempunyai tiga variasi perubahan (i’rob) yakni marfu’, manshub, dan majrur. Adapun fi’il sebagai mu’rob memiliki tiga variasi perubahan, yaitu marfu’, manshub, dan majzum.
Tanda dasar untuk marfu’ yaitu dhommah pada akhir kata. Tanda dasar untuk manshub yaitu fat-hah pada akhir kata. Tanda dasar untuk majrur yakni ada kasroh di akhir kata. Dan Ciri awal majzum ialah terdapat sukun pada akhir kata. Selain keempat tanda dasar tersebut, masih ada tanda-tanda i’rob yang lain.
Memahami dan Mengetahui Klasifikasi Isim
Terdapat bermacam-macam isim (kata benda) dalam bahasa arab. Seperti halnya telah dibahas sebelumnya, bahwa isim yang akhirannya tetap, disebut dengan isim yang mabni, sedangkan isim yang akhirannya bisa berubah, dinamakan isim mu’rob. Isim yang mu’rob tersebut terdiri dari 9 macam isim, yaitu : isim mufrod/kata benda tunggal, isim mutsanna/kata benda ganda, isim jamak mudzakkar salim/jamak lelaki, jamak mu’annats salim/jamak perempuan, jamak taksir/jamak yang tidak beraturan, asma’ul khomsah/isim yang lima, maqshur, manqush, dan isim laa yanshorif.
Demikian juga ada isim yang mabni. Termasuk di dalamnya yakni isim dhamir (kata ganti), isim isyarah/kata penunjuk, isim maushul (kata sambung), isim syarat, & isim istifham (kata tanya). Isim yang akhirannya tetap, ada yang akhirannya selalu fat-hah, ada yang selalu dhommah, ada yang selalu sukun, dan ada juga yang selalu kasroh. Secara umum, bisa dikatakan bahwa isim mabni lebih mudah dibaca daripada isim yang mu’rob, karena yang mabni akhirannya yang selalu tetap, sedangkan yang mu’rob akhirannya berubah, sehingga butuh dipikirkan bentuk perubahan & sebab-sebabnya, apakah akhirannya harus dibaca dhommah, fat-hah, atau kasroh.
Mempelajari dan Memahami Tanda-Tanda I’rob Pada Isim
I’rob adalah perubahan kondisi akhir kata pada isim atau pada fi’il. Pembahasan tentang isim kita akan mengenal tiga keadaan i’rob yaitu rofa’, nashob, dan jar. Adapun pada fi’il terdapat tiga kondisi i’rob yaitu rofa’, nashob dan jazem. Tanda dasar rofa’ ialah dhommah, nashob yaitu fat-hah, jar yakni kasroh, dan jazem yakni sukun. Dan untuk isim perlu dipahami dan dimengerti juga tanda-tanda i’rob yang lain.
- Untuk tanda rofa’ atau marfu’nya isim. Ciri utamanya yakni dhommah. Tidak hanya ciri pokok ini, tetapi ada tanda cabang yakni : alif (pada isim mutsanna), wawu (pada jamak mudzakkar salim dan asma’ul khomsah), dan ada juga tanda yang muqoddaroh / dikira-kirakan (tidak ditulis dan tidak dibaca, sekedar dibayangkan saja di atas huruf terakhir) yakni dhommah muqaddaroh (pada isim maqshur dan manqush). Isim maqshur diakhiri dengan alif lazimah atau alif bengkong, tetapi isim manqush diakhiri dengan ya’ lazimah & sebelumnya dikasroh.
- Pada tanda nashob atau manshubnya isim. Tanda dasarnya yaitu fathah. Selain ciri khususnya ini ada tanda cabang yaitu : ya’ (pada isim mutsanna dan jamak mudzakkar salim), alif (padaasma’ul khomsah), kasroh (pada jamak mu’annats salim), dan fat-hah muqaddaroh (pada isim maqshur), akan tetapi isim manqush manshub dengan fat-hah yang tampak/zhahirah.
- Pada tanda jar atau majrurnya isim. Tanda dasarnya yakni kasroh. Selain tanda dasarnya tersebut terdapat tanda cabang yaitu : ya’ (pada isim mutsanna, jamak mudzakkar salim, dan asma’ul khomsah), kasroh muqaddaroh (pada maqshur dan manqush), & fat-hah (khusus pada isim laa yanshorif).
Mempelajari dan Memahami Sebab Perubahan Keadaan Akhir Kata
Akhir kata dalam bahasa arab bisa mengalami perubahan disebabkan suatu faktor yang mempengaruhi. Faktor ini biasa disebut dengan istilah ‘aamil. Untuk memudahkan pemahaman istilah ‘aamil ini, bisa kita sederhanakan menjadi istilah "jabatan kata dalam kalimat" (dalam bahasa Indonesia) atau karena adanya kata lain yang mendahului.
Misalnya, jika suatu isim (kata benda) menjadi subjek (pelaku), maka pada bahasa arab subjek dinamakan dengan istilah faa’il harus dibaca dalam kondisi marfu’. Tadi sudah kita bahas bahwa marfu’ itu tanda pokoknya diakhiri dengan dhommah. Begitu pula, apabila terdapat isim yang berposisi sebagai objek atau maf’ul bih, maka dalam bahasa arab wajib dibaca dalam keadaan manshub atau diakhiri dengan fat-hah. Seperti halnya misalnya, jikalau suatu isim didahului oleh huruf jar, maka isim itu harus dibaca majrur atau diakhiri kasroh.
Tidak hanya jabatan-jabatan kata tersebut yaitu subjek, objek, dan dimasuki huruf jar, masih ada kedudukan kata lainnya yang mempengaruhi kondisi akhir kata.Contohnya, dalam suatu jumlah ismiyah kita mengenal istilah mubtada’ dan khobar. Mubtada’ ialah yang diterangkan, umumnya berada pada awal kalimat. Dan khobar merupakan yang menerangkan, secara umum terletak di akhir atau sesudah mubtada’. Nah, menurut aturan bahasa arab (ilmu nahwu), mubtada’ dan khobar harus dibaca marfu’.
Pada fi’il (kata kerja) sebab yang mempengaruhi keadaan akhir kata , biasanya berupa kata yang telah disebutkan sebelumnya. Faktor yang menyebabkan perubahan yaitu ‘aamil nashob & ‘aamil jazem. ‘aamilnashob menyebabkan fi’il sesudahnya dibaca manshub atau berakhiran fat-hah, sedangkan ‘aamil jazem menyebabkan perubahan fi’il sesudahnya dibaca majzum atau berakhiran sukun. ‘amil nashob juga umumnya dikenal dengan istilah ‘alat-alat penashob’ namun ‘amil jazem biasanya dinamakan dengan ‘alat-alat penjazem’.
Untuk mempelajari semua hal yang sudah diinfomasikan pada artikel diatas secara jelas, dapat dilihat di dalam kitab nahwu.
Demikian sedikit ulasan tentang Belajar Membaca Kitab Kuning Dengan Teks Arab Gundul semoga bermanfaat.


0 Response to "Belajar Membaca Kitab Kuning yang Wajib Kamu Praktekkan"
Posting Komentar